Monday, February 7, 2011

Kerjasama Jakarta-Rotterdam Fokus Penanggulangan Banjir


Kerjasama sister city antara Jakarta-Rotterdam pada 2011-2012 lebih memfokuskan pada program penanggulangan banjir.

"Kita akan mendapatkan masukan bagaimana negara Belanda bisa berhasil menangani banjir dengan baik," ujar Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, usai menerima kunjungan kehormatan Dubes Belanda di Balaikota, Selasa (1/2).

Hubungan erat antara Jakarta dan Rotterdam yang terjalin dalam kerjasama sister city sudah terjalin sejak 2005 lalu.

Selama periode 2005 sampai 2010, kerjasama ini hanya sebatas pada pelayanan adminsitrasi kota dan manajemen.

"Pada 7 Februari mendatang, kita akan melakukan penandatanganan MoU untuk melanjutkan kerja sama sister city antara Jakarta dan Rotterdam. Sebelumnya kita sudah melakukan kerja sama sister city periode 2008-2010. Sekarang kita lanjutkan hingga 2012," jelasnya.

Fauzi Bowo melanjutkan, sebagian besar wilayah Belanda berada di bawah permukaan laut.

Sehingga, Belanda memiliki pengalaman dan ahli dalam manajemen air ketika menghadapi banjir dan badai.

Bang Fauzi berharap kedatangan ahli manajemen air dari Rotterdam dapat memberikan second opinion mengenai strategi dan kebijakan manajemen air.

Sebab Kota Jakarta tengah menghadapi berbagai permasalahan di antaranya bencana banjir, mengingat 40 persen wilayah Jakarta berada di bawah permukaan laut dan dikelilingi 13 sungai serta adanya penurunan permukaan tanah.

Gubernur menambahkan, setelah penandatangan MoU, akan dilanjutkan dengan mengadakan dialog bersama komunitas tenaga ahli Belanda yang bekerja di Indonesia.

Kemudian Walikota Rotterdam juga akan mengikuti seminar tentang pertahanan kota terhadap banjir. Dalam seminar ini akan diperdalam rencana Pemprov DKI membangun giant sea wall atau tanggul laut raksasa.

Terkait pembangunan giant sea wall di kawasan Jakarta Utara, Pemprov DKI akan melakukan pemetaan atau atlas sebagai tahap awal perencanaan Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS).

sumber: http://www.fauzibowo.com/berita

Hitler Mad About Jakarta Flood's (Joke)

Jakarta Dilanda Banjir Besar Sejak 1621


Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan membangun dam atau tanggul raksasa atau giant seawall di pantai utara Jakarta. Proyek ini dibangun untuk mengatasi banjir di Jakarta yang terjadi sejak zaman kolonial.

Terlebih lagi saat ini terjadi peningkatan permukaan air laut dan penurunan permukaan tanah (land subsidence) telah terjadi di sebagian wilayah Jakarta. Makanya, DKI Jakarta merasa pembangunan bendungan raksasa atau giant seawall di pantai utara Jakarta mendesak dan perlu cepat dilakukan.

Berdasarkan kajian Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS), sebuah studi persiapan untuk membuat dam raksasa disebutkan banjir di Jakarta yang terjadi sejak masa penjajahan. Banjir pertama terjadi tahun 1621, diikuti tahun berikutnya tahun 1654 dan 1876. Akibat banjir ini pemerintah Belanda tahun 1918 membangun bendungan yakni Bendungan Hilir, Bendungan Jago dan Bendungan Udik.

Namun tiga bendungan itu tidak bisa mengatasi banjir, maka Belanda membangun Banjir Kanal Barat (BKB), mulai dari Pintu Air Manggarai sampai Muara Angke pada tahun 1922.

Meski sudah dibangun BKB, Jakarta tetap saja banjir pada Januari 1932. Ratusan rumah di kawasan Jalan Sabang dan Thamrin digenangi air.

Di masa pemerintah RI pun banjir besar di Jakarta melanda pada Februari 1976. Jakarta Pusat menjadi lokasi terparah dalam banjir, lebih 200.000 jiwa diungsikan. Setahun kemudian 19 Januari 1977, Jakarta kembali banjir, setidaknya 100.000 jiwa diungsikan.

Memasuki tahun 1980-an persoalan banjir terus berlanjut. Januari 1984, sebanyak 291 Rukun Tetangga (RT) di aliran Sungai Grogol terendam. Dampaknya terasa di Jakarta Timur, Barat dan Pusat, jumlah total korban tercatat 8.596 kepala keluarga.

Lalu pada 13 Februari 1989, giliran Sungai Ciliwung dan Sungai Pesanggrahan meluap akibat tidak mampu menampung banjir kiriman dari hulu, 4.400 kepala keluarga harus mengungsi. Setelah itu hampir setiap tahun terjadi banjir.

Banjir besar kemudian terjadi pada 13 Januari 1997. Hujan deras selama 2 hari menyebabkan 4 kelurahan di Jakarta Timur alibat luapan Sungai Cipinang, 754 rumah, 2640 jiwa terendam air sekitar 80 cm. Selain itu beberapa jalan utama di Jakarta Barat dan Jakarta Pusat pun lumpuh akibat banjir. Banjir pada tahun ini juga menyebabkan sarana telekomunikasi dan listrik mati total.

Banjir besar terjadi lagi pada 26 Januari 1999 banjir terjadi lagi di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Ribuan rumah terendam, 6 korban tewas, 30.000 jiwa mengungsi.

Lalu pada 2 -4 Februari 2007 Jakarta dalam kondisi darurat. Banjir menggenangi sekitar 60 persen wilayah Jakarta. Sebanyak 150.000 jiwa mengungsi, 1379 gardu induk terganggu, 420.000 pelanggan listrik terganggu.

Menurut Fauzi Bowo, banjir di Jakarta yang kerap terjadi bisa ditanggulangi dengan membuat tanggul raksasa. Sebab tanggul yang saat ini ada belum memadai.

sumber: http://metro.vivanews.com/


Jangan Salahkan Pemerintah

Banyak cara yang dapat dilakukan secara bersama-sama agar masalah banjir dapat di tanggulangi dengan baik. tanamkanlah rasa cinta tanah air dan lingkungan kita, ingat "Jangan salahkan orang lain, salahkanlah diri sendiri".

USAHA MASYARAKAT + USAHA PEMERINTAH = BANJIR BISA DITANGGULANGI!

ini yg harus kita bangkitkan dan gerakan bersama-sama bekerja sama untuk menanggulangi banjir. ingat, dengan membiasakan diri untuk membuang sampah pada tempatnya saja itu sudah sangat membantu.

Banjir di Jakarta, Penyebab Serta (sedikit) Saran Untuk Mengatasinya

Dengan banyaknya pengalaman menghadapi bencana banjir bertahun-tahun, di mana hal tersebut juga sudah terjadi pada zaman penjajahan Belanda yang ditandai dengan sudah dibangunnya Banjir Kanal Barat (BKB) dan adanya rencana pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT) oleh pemerintah Belanda, beberapa kesimpulan sebagai penyebabnya sudah terdeteksi. Sepertinya, semua penyebab banjir tersebut sudah diketahui, sehingga selama ini selalu menjadi fokus perhatian semua fphak untuk berusaha mengatasinya.

Namun, di luar semua penyebab yang sepertinya sudah diketahui tersebut, masih tertinggal penyebab mendasar lain yang tidak bisa diabaikan perannya karena menjadi faktor penyulit dalam usaha mengatasi banjir. Sayangnya selama ini hal tersebut belum pernah tersentuh sebagai bagian penting dari upaya untuk mengatasi banjir.

Dalam tulisan kami ini, untuk memberikan gambaran menyeluruh, secara singkat kami kemukakan “semua” penyebab banjir yang sudah kita ketahui bersama, untuk kemudian kami tambah lagi dengan adanya penyebab lain/baru yang selama ini belum pernah diperankan, padahal merupakan faktor penyulit penting yang ikut menentukan dalam usaha mengatasi banjir kota Jakarta, sehingga peranannya tidak bisa diabaikan, atau mungkin malah harus menjadi fokus perhatian utama juga.

  1. Penyebab banjir yang sudah diketahui.

    1. Sudah saling difahami bahwa bencana banjir Jakarta adalah akibat dari adanya banjir kiriman dari Bogor melalui 13 sungai yang membelahnya. Berlimpahnya air melalui 13 sungai tersebut juga sudah difahami, yaitu karena adanya penggundulan hutan yang terjadi di hulu sungai di wilayah Bogor di Selatan Jakarta.

    1. Belum selesainya pembangunan BKT karena sulitnya pembebasan tanah.
    2. Kondisi tersebut di atas diperparah oleh :

1)Terjadinya penyempitan profil sepanjang DAS (Daerah Aliran Sungai) dikarenakan banyaknya gubug-gubug liar yang menjorok ke arah dalam profil sungai.

2) Belum tuntasnya pelebaran profil sungai dengan pembongkaran gubug-gubug liar di sepanjang DAS tersebut di atas.

3) Adanya pembuangan sampah sembarangan oleh penduduk yang tidak disiplin.

4) Terjadinya tambahan hujan lokal yang cukup deras.

5) Tertutupnya lobang-lobang/saluran-saluran drainage kota.

6) Sudah kurang sesuainya lagi demensi ukuran gorong-gorong dan atau saluran kota yang sudah tidak seimbang lagi dengan kebutuhan kota.

7) Ketidak sesuaian kemiringan saluran drainage kota dikarenakan sudahberubahnya secara tak terkendali kemiringan permukaan tanah Jkt.

8) Sebagian wilayah DKI Jakarta berada di bawah muka air laut.

9) Adanya tambahan pasang naik air laut maupun banjir ROB.

Sudah bertahun-tahun Pemda DKI Jakarta berusaha mengatasi “semua” penyebab banjir tersebut di atas, namun usaha tersebut hasilnya belum pernah memuaskan kita semua karena banyaknya kendala yang belum bisa diatasi tuntas, terutamanya adalah menyangkut masalah biaya yang sangat terbatas.

  1. Penyebab banjir lain (“baru”) yang belum diperankan.

Untuk memahami masalah penyebab banjir yang lain (“baru”), yang selama ini belum pernah tersentuh peranannya sebagai faktor/alat/sarana untuk ikut menanggulangi bencana banjir Jakarta, perlu ditinjau keadaan Jakarta dalam kurun waktu usia Master Plan DKI Jakarta yang dimulai sejak tahun 1965 sampai saat ini, sebagai berikut :

1) Seandainya semua penyebab banjir tersebut pada butir A di atas pada akhirnya bisa diatasi, yang pasti juga sudah akan mengurangi banjir secara signifikan, tetapi dalam menghadapi hujan dalam kota sendiri, tampaknya kota Jakarta tetap akan selalu kewalahan menghadapi banjir, contohnya adalah yang sering terjadi setiap ada hujan dalam kota, padahal tidak ada banjir kiriman dari Bogor.

2) Banjir jenis ini yang penyebabnya adalah hujan dalam kota akan tetap sulit ditanggulangi sepanjang tetap ada timbun-menimbun yang dilakukan para developer yangsepertinya tidak terkendali, ditambah peninggian jalan yang dilakukan secara tambal sulam oleh pemerintah sendiri demi mengatasi banjir pada ruas jalan tertentu yang menimbulkan banjir di tempat lain.

Jadi, usaha menyelesaikan masalah tetapi menimbulkan masalah di tempat lain.

3) Para developer yang menimbun suatu lokasi/kawasan dan tentu juga yang memberikan ijin penimbunan (maaf!), sepertinya “tidak peduli” dengan dampak terjadinya banjir pada lokasi lain yang keberadaannya lalu menjadi lebih rendah.

4) Proses timbun-menimbun suatu kawasan/lokasi akan terus terjadi sepanjang ijin penimbunan terus diberikan oleh pemerintah, dan hal tersebut sulit dicegah bila pemerintah tidak memiliki landasan peraturan daerah yang orientasipenyusunannya berlandaskan pada teknik perencanaan kota berwawasan tigademensi dengan memperhatikan peta kontur, sehingga bila peraturan daerah itu telah dimiliki maka tanpa ragu pemerintah bisa memberikan ijin atau menolaknya dengan tegas dan mantap.

5) Jadi, peraturan daerah yang antara lain akan berperan sebagai pengendali terkait dengan timbun-menimbun suatu lokasi/kawasan, hanya bisa disusun bila didasarkan pada peta garis tinggi (kontur) yang dikombinasikan dengan peta dasar dua demensi.

6) Sebagaimana diketahui, selama ini pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas perencanaan kota hanya mendasarkannya pada peta dasar dua demensi saja yang menganggap wilayah Jakarta itu datar-datar saja.

7) Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengusulkan, kiranya peta dasar duademensi yang dipakai sebagai landasan oleh perencana kota melaksanakan tugas merencanakan kota bisa dilengkapi dengan “peta garis tinggi (peta kontur)”, yaitupeta yang secara komprehensip mencantumkan data-data peil ketinggian seluruh bagian permukaan tanah Jakarta.

8) Dengan melengkapi peta garis tinggi/kontur di samping peta dasar dua demensi seperti yang sudah dipakai selama ini, akan bisa direncanakan Master Plan Kota Jakarta(MsPKJ) yang lebih sesuai dengan kenyataan fisik kontur kota, di mana kemudian akan bisa diturunkan atau dielaborasikan dengan pembuatan beberapa rencana induk turunannya, yaitu :

1. Rencana Induk Ketinggian Muka Tanah di DKI Jakarta (RIKMT)

2. Rencana Induk Saluran Drainage & Air Kotor kota (RISD&AK)

9) Jadi, dengan tersedianya MsPKJ, RIKMT, serta RIJS&AK tersebut di atas, di manaperencanaannya sudah didasarkan pada peta garis tinggi/kontur, maka dengan mantap tanpa keraguan Pemda DKI akan mudah mengatur fisik kota melalui pemberian atau penolakan permohonan ijin terkait dengan peninggian lokasi/kawasan bagian-bagian kota, saluran-saluran, maupun jalan-jalan kendaraan, di mana semuanya berpola pada rencana yang terintegrasi secara tiga demensi sesuai dengan kenyataan kontur kota Jakarta.

10) Namun, karena pada saat sekarang ini sudah terlanjur menjadi kenyataan dan kebiasaan yang hanya menggunakan peta datar dua demensi sebagai peta dasar perencanaan kota yang sudah berlangsung lama sekali, maka sebagai akibatnya di lapangan mudah disaksikan banyaknya kegiatan menimbun/meninggikan lokasi/kawasan demi ego si pengembang “menghindari banjir” di atas lokasi miliknya, seakan-akan kegiatan-kegiatan tersebut tak terbendung.

11) Akibat dari kenyataan timbun-menimbun apabila tidak terkendali, suatu lingkungan yang tadinya tidak banjir akan bisa menjadi wilayah rendah sehingga lalu mengalami banjir, bahkan dikhawatirkan bahwa wilayah elit Menteng (sebagai contoh) yang sebelumnya tidak pernah banjir pada suatu saat akan menjadi wilayah rendah dan akan menjadi langganan banjir.

12) Terkait dengan uraian di atas, kami laporkan adanya contoh “tidak bagus” di dalam kawasan perkaplingan ex Kompleks Gudang Peluru, Tebet, Jakarta Selatan, yang pengembangannya dilakukan sekitar tahun 1970-an, di mana kemungkinan juga bisa ditemui di tempat lain, sebagai berikut:

13)

1. Terdapat Jalan Gudang Peluru Selatan I, yang membentang dari utara ke selatan sepanjang + 600 m, di kedua ujung jalan tersebut posisinya tinggi (istilah teknisnya disebut punggung) dan di tengahnya lebih rendah (istilah teknisnya disebut lembah) sehingga air hujan serta air buangan rumah tangga yang ada di sepanjang Jl.Gudang PeluruI tersebut melalui selokan di kiri-kanan jalan itu pasti akan mengalir menuju ke posisi yang lebih rendah (lembah) di pertengahan jalan.

2.
Namun, karena pada saat perencanaan hanya didasarkan pada peta dasar dua demensi yang menganggap keseluruhan permukaan tanah datar, si perencana tentu tidak mengetahui kondisi perbedaan tinggi muka tanah pada jalan tersebut, sehingga hasil perencanaannya adalah seperti yang ada pada saat ini, yaitu pembuatan jalan melintang pada Jl.Gudang Peluru-I ini ditempatkan pada punggung di kedua ujung jalan Jl.Gudang Peluru-I ( sketsa).

3. Bila perencana saat itu melihat ke lapangan, yang pasti juga bisa dilihat pada peta kontur (kalau saat itu dilengkapi peta kontur), penempatan jalan melintang tersebut lebih tepat bila ditempatkan melintang pada posisi di tengah Jl.GPludang Peluru I (lembah), sehingga saluran yang kemudian dibuat di kiri-kanannya akan menjadi lanjutan dari saluran air di sepanjang Jl.Gudang Peluru-I menuju ke Kali Ciliwung di sebelah Timur Kompleks, tidak seperti sekarang ini dengan cara membuat gorong-gorong besar di bawah perkaplingan perumahan menuju Kali Ciliwung, yang pasti merugikan/mengganggu pemilik kapling/rumah tsb.

  1. Saran langkah yang sebaiknya ditempuh.

Memperbaiki suatu perencanaan kota yang sudah direalisasikan di lapangan bertahun-tahun sejak awal Masterplan tahun 1965 tentu sangat sulit, namun karena masalah penggunaan peta dasar yang lengkap itu sangat mendasar, suka atau tidak suka sebaiknya dimulai secara bertahap, sedangkan tahapan-tahapan yang kami usulkan adalah sebagai berikut :

1. Membuat Rencana Induk Ketinggian Muka Tanah (RIKMT).

Tahap – I : Membuat peta garis tinggi/kontur keadaan Jakarta saat ini, yang

mencantumkan kenyataan peil permukaan tanah Jakarta,

dengan pemotretan indera jauh satelit / foto udara.

Tahap – II : Menerbitkan SK Gubernur yang menetapkan status quo kea-

daan lapangan selama sedang dilakukan perencanaan Rencana

Induk Ketinggian Muka Tanah Jakarta (RIKMT).

Jadi, selama pembuatan RIKMT tidak diijinkan untuk melaku-

kan timbun-mrnimbun suatu lokasi/kawasan.

Tahap – III : Membuat konsep RIKMT bersama para ahli multi disiplin ilmu,

lalu disosialisasikan kepada masyarakat umum maupun professional untuk memperoleh masukan penyempurnaan.

Tahap – IV : Konsep RIKMT dijadikan Perda sesuai prosedur yang berlaku.

2. Pengaruh RIKMT terhadap Masterplan eksisting.

Terhadap Masterplan Jakarta yang sudah berbentuk Perda selama ini, seyogyanya

di review lagi dengan RIKMT sedemikina rupa sehingga hasilnya bisa memberikan solusi yang lebih tepat atas berbagai masalah yang timbul terkait berbagai aspek, termasuk relevansinya dengan masalah banjir.

3. Membuat Rencana Induk Saluran Drainage & Air Kotor (RISD&AK).

Dengan mendasarkannya pada RIKMT tersebut di atas bisa dibuat RISD&AK

dengan lebih mudah, karena semua rencana ketinggian muka tanah sudah dite-

tapkan, dan perencana kota tinggal menghitung perkiraan debit air di masing-masing jaringan saluran yang relevan posisinya, sehingga demensi/ukuran saluran juga bisa direncanakan dengan baik, sedangkan arah aliran berpola pada ketinggian muka tanah di mana data-data ketinggiannya sudah dicantumkan dalam RIKMT.

4. Tim Penyusun Rencana-Rencana Induk.

Untuk menyusun rencana-rencana induk dan review masterplan yang ada terse-

but di atas, disarankan dilakukan oleh suatu Tim Ahli multi disiplin, terdiri dari

berbagai disiplin ilmu yang bisa memberikan kontribusi wawasan berbagai ilmu

perkotaan, yaitu para City Planners dengan latar belakang pendidikan berbagai macam ilmu mikro yang relevan setelah minimal memperoleh pendidikan tambahan Pasca Sarjana di bidang City Planning (S-2), antara lain Architect Planners, Civil Engineer Planners, Traffic Engineer Planners, Geologist Planners, Economics Planners, Geotechnical Planners, Demography Planners, Legal Planners, Industrial Planners, Regional Planners, Earthquake Engineering Planners, dan sebagainya.

Mengingat Jakarta sedang akan membangun sub-way untuk transportasi massal, ada baiknya bila juga dilengkapi dengan keahlian Tunnel Enginering Planners.

Regional Planners perlu dilibatkan karena Jakarta berkait dengan Jadebotabek.

  1. Implementasi Rencana Induk Ketinggian Muka Tanah (RIKMT).

1. Dengan dimilikinya RIKMT, maka keinginan masyarakat dan para pengem-

bang untuk mengamankan lokasinya dari banjir dengan cara menimbun/me-

ninggikan tanah bisa dikendalikan dengan mantap tanpa ragu, karena pada

seluruh lokasi di Jakarta sudah ditetapkan rencana ketinggian muka tanah-

nya di dalam RIKMT.

Bisa terjadi bahwa pada suatu lokasi tertentu yang ditetapkan dalam RIKMT

justru harus diperdalam dengan menggali, lokasi lainnya mungkin harus di-

timbun/ditinggikan, atau yg lainnya lagi dipertahankan seperti apa adanya.

Jadi dengan sarana RIKMT tersebut peninggian tanah tidak bisa dilakukan

sembarangan seperti sekarang ini yang hanya dilihat parsial di sekitarnya,

tidak menyeluruh seluruh Jakarta.

2. Tampaknya mengenai penjagaan dan pemeliharaan permukaan tanah yang

ditetapkan dalam RIKMT ini perlu dilakukan oleh suatu instansi tersendiri setingkat Dinas.

Dinas ini bertugas menjaga dan memelihara konsistensi ketinggian muka

tanah yang sudah ditetapkan dalam RIKMT tersebut, dengan tugas/kegiatan

memberikan atau menolak ijin penimbunan/peninggian suatu area/kawasan,

juga untuk penggalian tanah, bahkan juga dimungkinkan untuk membangun

polder penampung air bila diperlukan sesuai yang dituntut dalam RISD&AK

  1. Keuntungan Peta Garis Tinggi/Kontur melengkapi Peta Dasar dua demensi.

    1. Dapat dibuat Rencana Induk Ketinggian Muka Tanah (RIKMT), sehingga

penimbunan tanah oleh masyarakat yang mengakibatkan banjir bisa lebih

dikendalikan dengan mantap tanpa ragu.

    1. Pengaturan kemiringan tanah yang berarti pengaturan mengalirnya air di wilayah kota Jakarta bisa direncanakan dengan baik.
    2. Bisa dibuat Rencana Induk Saluran Drainage & Air Kotor (RISD&AK) untuk memastikan berfungsi atau tidaknya saluran air yang ada, termasuk cukup atau tidaknya ukuran/demensi saluran tersebut.
    3. Suatu keinginan peninggian peil permukaan jalan yang ada dapat dikaji dengan mantap melalui RIKMT tersebut di atas, sehingga antisipasi terhadap dampak banjir yang ditimbulkannya bisa dilakukan bersamaan dengan peninggian tsb.
    4. Kalau perlu dapat dibuat polder penampung air bila dalam RISD&AK memang ditetapkan demikian.

Nara sumber : Ir.Suharto Prodjowijono, 2008

Sunday, February 6, 2011

Sampah Itu Mengerikan

Beberapa Fakta mengerikan dari The Great Pacific Garbage Patch:
  • Setiap tahun, 10% dari 200 milyar pon plastik diproduksi secara global berakhir di laut kita dan sekarang, sekitar 46.000 potong sampah plastik yang mengambang di setiap mil dari laut
  • 1.700 mil massa sampah plastik berada di tengah Pasifik Utara dan searah jarum jam bergerak perlahan dari arus laut berbentuk spiral.

  • 100.000 mamalia laut setiap tahun seperti kura-kura laut, anjing laut dan burung mernjadi korban kematian terkait sampah plastik karena mereka mengkonsumsi atau terjebak dalam limbah tersebut.

Antara Organik dan Anorganik



Keep Your Environtment

Flood of Jakarta

Banjir menghambat masyarakat ibukota
Kegiatan sekolah pun terpaksa diliburkan
Kunjungan Presiden SBY pada korban banjir
Jangan lagi ada yang seperti ini
Bayangkan kemacetan dan banjir berkolaborasi

Saturday, February 5, 2011


DKI Jakarta, banyak yang terlintas di dalam pikiran kita apabila kita mendengar kota metropolitan ini. Dari ibukota negara Republik Indonesia, kota terpadat di Indonesia, megapolitan yang megah, kemacetan kota yang terjadi setiap hari, polusi terbesar dari seluruh wilayah di Indonesia, sampai dengan banjir yang tak terselesaikan. Dalam situs atau blog ini, saya ingin membahas habis-habisan tentang satu problem yang tak berhujung tuntas di Jakarta, 'Jakarta Bebas Banjir' itulah title yang mungkin menjadi seluruh harapan masyarakat Jakarta.

Dari tahun ke tahun, banjir yang terjadi di ibukota tidak pernah ada penghujungnya. Selalu menjadi suatu masalah utama yang tidak terselesaikan. Ditambah lagi kondisi cuaca ektrim yang terjadi nyaris di seluruh belahan dunia. Sebagai ibukota negara Republik Indonesia, hal seperti ini seharusnya tidak pantas ada. Sebagai kota metropolitan dan pusat pemerintahan Indonesia kondisi banjir seperti ini sungguh sangat memalukan, bukan hanya di depan masyarakat Indonesia sendiri tetapi juga dipandang oleh mata internasional.

Tidak ada yang dapat disalahkan atas terjadinya banjir di Jakarta. Bencana ini terjadi dikarenakan oleh ulah manusia itu sendiri, khususnya masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Kita tidak dapat menyalahkan apa yang terjadi di pemerintahan kita, yang harus kita sadari adalah bagaimana kita dapat menjaga kebersihan dan ketertiban dalam membuang sampah dan menjaga keindahan Jakarta. Saya yakin, dengan adanya kesadaran diri sendiri untuk tidak membuang sampah sembarangan dan selalu menjaga kebersihan lingkungan sekitar, secara otomatis banjir pun akan berkurang.